[2013] The Power of Kepepet dari The Secret Life of Walter Mitty
- Mutia Rabbani
- Oct 7, 2016
- 5 min read
Walter Mitty mau tak mau harus bertindak, tidak hanya tinggal diam dan tidak hanya mengkhayal. Namun, khayalan tersebut yang membuat Walter tak tinggal diam dan segera bertindak.

Mengkhayal nampaknya sudah melekat dengan kehidupan Walter Mitty (Ben Stiller). Hebatnya, dia mengkhayal dengan begitu menakjubkan saat tengah melakukan kegiatan yang lain. Porsi khayalan yang tersaji tentunya banyak diperankan oleh perempuan yang disukainya, Cheryl Melhoff (Kristen Wiig). Seperti yang dibocorkan lewat lead, khayalan membawanya pada sebuah tindakan yang bermula dari persoalan.
Walter Mitty bekerja di majalah Life dan ditempatkan pada posisi Manajer Aset Negatif Foto. Pada hari itu semua karyawan sudah mengetahui bahwa majalah Life diakuisisi dan akan dijadikan situs daring. Semua pekerja yang sudah bertahun-tahun bekerja di sana terancam dipecat karena akan ada pengurangan karyawan secara besar-besaran.

Pada hari yang sama, Walter mendapatkan sebuah hadiah dari Sean O’Connell (Sean Penn), seorang fotografer terkenal yang sudah lama bekerja sama dengan majalah Life dan tentu saja Walter Mitty. Sean memberikan 25 negatif foto untuk edisi terakhir majalah Life dan sebuah dompet kulit berukuran kecil untuk Walter sebagai hadiah ulang tahun.

Walter terkejut saat mengetahui foto ke-25 tidak ada. Pada sepucuk kertas kecil bersamaan dengan hadiah tersebut, Sean meminta foto ke-25 sebagai intisari majalah Life edisi akhir. Sean mengatakan foto ke-25 adalah foto yang terbaik. Fotografer itu memang tidak memiliki alat komunikasi yang bisa dihubungi kapan saja. Maka, Walter harus mencari Sean dengan cara memecahkan petunjuk dari 24 foto yang ada.
The Power of Kepepet
Perjalanan antar negara bahkan antar benua untuk mencari Sean membuat Walter melakukan apa yang selama ini ingin dilakukannya. Selama ini Walter hanya berkhayal dan pasrah. Mengkhayal untuk mendekati Cheryl, mengkhayal melakukan ini dan itu. Belum lagi pasrah dalam mewujudkan mimpi keliling Eropa dengan alasan “miskin”.

Walter harus mengucapkan banyak terima kasih pada Sean sepertinya. Berkat hilangnya foto ke-25, Walter bisa memberanikan diri untuk berinteraksi dengan Cheryl. Tak hanya sekadar mengkhayal menyelamatkan anjing milik Cheryl atau berkhayal menjadi Benjamin Button (ada pada scene awal).
Bertanya mengenai alamat Sean pada Cheryl yang bekerja di divisi berbeda membuat interaksi Walter dan Cheryl semakin intens. Walter bisa mengetahui mengenai Cheryl lebih banyak, terlebih lagi bisa berkenalan dengan anak tunggal Cheryl yang memiliki hobi yang sama dengan Walter, bermain skateboard. Saya katakan ini The Power of Kepepet yang pertama.

Memutuskan untuk mencari Sean O’Connell bukan hanya berawal dari motivasi Cheryl, namun juga dari sebuah ilusi foto Sean yang bergerak dan menantangnya untuk menghampiri Sean. Ya, lagi-lagi dari sebuah khayalan. Sebuah khayalan yang membawanya ke Greenland, Islandia, Afghanistan dan Himalaya untuk mencari seorang Sean O’Connell.
Menumpang helikopter tanpa pintu yang dikemudi orang mabuk, melompat dari helikopter ke laut dan berhadapan dengan lumba-lumba jelmaan hiu (atau sebaliknya, atau terserah kalian mendeskripsikannya haha), berebut sepeda, menaiki skateboard ke Islandia, dan masih banyak yang lainnya. Sebuah mimpi mengunjungi negara-negara di dunia yang realisasinya dikatakan mustahil tapi nyatanya terealisasi. Saya katakan ini The Power of Kepepet yang kedua.

Diceritakan kalau Sean O’Connell tidak punya telepon genggam. Bisa ya seseorang yang masih berinteraksi dengan kehidupan kota tapi tidak memiliki telepon genggam? Sampai saya berpikir, “Apa memang banyak fotografer lepas yang berkeliling dunia tidak memiliki telepon genggam?”.
Ini yang menyulitkan Walter mencari Sean. Bahkan mereka yang sudah bekerja sama selama bertahun-tahun tidak pernah bertemu. Hanya berkomunikasi melalui telepon, intinya melalui perantara. Dengan hilangnya foto ke-25, mereka akhirnya bisa bertemu. Saya katakan ini The Power of Kepepet yang ketiga.

Foto ke-25 yang hilang adalah tanggungjawab seorang Walter Mitty. Bukan sekadar menjaga profesionalitas, Walter menekankan tanggungjawab akan sebuah pekerjaan. Walter Mitty seseorang yang sangat profesional dalam melaksanakan pekerjaannya, hal itu diakui oleh rekan satu divisinya Handerson (Adrian Martinez) dan Sean O’Connell. Perjalanan jauhnya membuahkan hasil, foto ke-25 ditemukan. Saya katakan ini The Power of Kepepet yang keempat.
Tiga Khayalan Membuat Jemu
Sebelumnya saya berterima kasih kepada junior hebring, Eva Aulia Rahmawati, karena telah merekomendasikan film ini. Walau sejujurnya berat bagi saya untuk melewatkan scene awal yang penuh khayalan dari tokoh utama. Saya mulai bisa menikmati saat konflik sudah mulai terlihat, yaitu saat foto ke-25 tidak ada.
Inti cerita film ini sebenarnya ada pada sebuah khayalan dan beranjak pada tindakan nyata. Terpatri pada poster film, “Stop Dreaming, Start Living”. Entah kenapa saya justru jemu dengan khayalan pada scene awal.
Aksi Walter saat menyelamatkan kucing milik Cheryl di sebuah apartemen itu sudah membuat saya wow, tapi ternyata itu khayalan Walter, namun saya terhibur. Yang ada di pikiran saya “Berkhayal kok segitunya, lucu,”. Saat berkhayal soal guyonan janggut Ted itu juga membuat saya tertawa.

“I was saying know who looks good in a beard. Dumbledore, not you,”
seru Walter pada Ted Hendricks.
Sebenarnya yang buat makin lucu itu gaya tertawa terbahak-bahak dua rekannya itu. Ingat adegannya jadi terkekeh sendirian. Mulai agak sebal saat khayalan berkelanjutan tentang Cheryl sewaktu di kantor, berkhayal Benjamin Button dan bertengkar dengan Ted Hendricks, lucu tapi terkesan dipaksakan.
Berusaha untuk realistis, tidak menutup kemungkinan jika seseorang yang “tukang khayal” akan memiliki khayalan melewati batas seperti itu. Kita harus maklum dan buat teman-teman yang mempelajari ilmu psikologi pasti jauh lebih memakluminya. Mengkhayal adalah sifat naluriah. Saya cuma kurang menikmati tiga khayalan itu saja dalam film ini.
Jujur, saya menikmati khayalan Walter saat di bar kecil Greenland. Saya suka lagunya, Space Oddity-nya David Bowie, yang juga seakan seakan dinyanyikan duet bersama Kristen Wigg.

“This is ground control to Major Tom. You’ve really made the grade and the papers want to know. Whose shirt you wear. Now its time to leave the capsule if you dare,”
Saya bukan pengamat film. Saya belum bisa menulis resensi dan mengomentari sana-sini karena basic saya belum kuat menyoal perfilman. Tapi saya merasakan tokoh utama belum bisa membawa saya masuk lebih dalam menikmati segala lini film. Anggap saja jiwa saya bebal untuk menikmati film ini.

Penolong film ini adalah latar alam dan negara yang dikunjungi Walter. Lebih juara lagi adalah rangkaian adegan perjalanan mencari Sean yang membuat saya menikmati jalannya cerita The Secret Life of Walter Mitty.
Sangat disayangkan, pertama kali menonton saya sempat tidak menyadari bagian mana yang termasuk “Rahasia Hidup Walter Mitty”. Setelah mengingat, baru lah saya menyadari mozaik rahasia hidup Mr Mitty ini. Sampai saya berpikir mengganti judulnya menjadi “Finding Number 25” saking tidak fokus dengan intisari film, “Rahasia Hidup Mr Mitty”.
Untuk keseluruhan, saya suka film ini karena berhubungan dengan perusahaan media massa. Bukan itu saja tentunya, penggabungan proporsi khayalan dan realitanya begitu pas. Walaupun ada tiga khayalan tadi yang saya kurang suka.
Jika ingin menonton film ini, jangan meninggalkan momen saat Walter terjun bebas ke laut dan percakapan Walter dengan warga setempat di Islandia. Pronouncation yang kurang tepat jadi guyonannya cukup cerdas, belum lagi dengan seloroh dari kapten kapal Erkigsnek di Greenland. Jadi, selamat menonton.
Oh iya, pesan moral untuk film ini menurut saya adalah jangan terlalu banyak berkhayal dan melamun, kacau nantinya haha.
Comments