Nostalgia: Cari Tempat PKL (Bagian 2)
- Mutia Rabbani
- Sep 13, 2016
- 3 min read

Kalap sudah hari itu. Lalu dengan cepat memutuskan untuk mengunjungi Kemendikbud dan Kejaksaan Agung RI. Kemendikbud sudah memberikan angin segar. Bagaimana tidak, saya akan menulis untuk majalah Kemendikbud yang nantinya dapat dibaca oleh Dinas Pendidikan se-Indonesia. Dan yang paling saya suka, saya dapat meja untuk pribadi. Hore !!
Tapi harus belajar dari pengalaman dan secara tak langsung terpapar hasutan teman yang juga putus asa. Akhirnya melancong ke Kejaksaan Agung RI. Kata mereka memang ada tempat untuk Humas dan Jurnalistik. Tapi memang tidak terlalu menjanjikan dibanding dengan Kemendikbud. Tak apa, setidaknya tak semenyakitkan media cetak. Menapaki petak demi petak lapang Kejagung RI (Kejaksaan Agung RI) menjadi segar. Tinggal memutuskan, Kemendikbud atau Kejagung RI. Hati sedikit tenang.
Pada akhirnya saya bersama teman lebih memilih Kejagung RI. Menurut kami, Kejagung RI lebih beken. Ingat ! beken itu juga relatif. Memberi lamaran untuk pihak Kejagung RI ternyata buat kami deg-degan. Seminggu kemudian kami dikabari oleh pihak Kejagung RI bahwa kami berdua diterima. Senang campur aduk. Ditambah lagi harus menggunakan baju formal. Prepare maksimal itu mah.
Taaa… Ra… !! Setiba di sana, teman saya sangat bahagia karena masuk ruangan Penkum/Luhkum (Penerangan dan Penyuluhan Hukum). Pas banget tuh. Dan saya masuk di… TEMPAT YANG SAMA !!! Ya Allah penguasa langit, bumi beserta kos-kosan yang bertengger di atas bumi. Cobaan macam apa lagi ini. Hari pertama dan kedua kami gunakan bersama staf di dalamnya untuk susun strategi bagaimana caranya saya bisa masuk ke bagian HubMedMass (Hubungan Media Massa). Dalam hati penuh keluh.
Jalan hari ketiga, ada yang aneh. Bukannya geer. Staf di Penkum/Luhkum seperti tidak ada usaha untuk memindahkan saya yang tak berdaya ini ke Hubmedmas. Berkali-kali mereka bilang.
“Udah di Penkum/Luhkum aja. Di sini mah banyak makanan hehe,” kata salah satu staf.
Aduh saya bukan tukang makan. Gak kena deh rayuan seperti itu. Mungkin karena saya terlalu bawel minta pindah, sepertinya tidak. Salah satu staf bilang.
“Jujur ya. Mending kamu di sini aja. Di sana kamu kerjanya cuma ****** *****,” katanya serius.
Badan menjadi lemah gemulai. Bukan anak SD lagi yang kerja buat ******. Semangat hidup mulai menurun. Butuh Pocari Sweat, ion tubuh mulai tidak jelas waktu itu. Mulai kacau karena ingat salah satu kepala staf mau berusaha agar saya bisa menulis di website Kejagung RI. Alamak ! Kurang amal ini, kurang amal berdampak cobaan unik macam ini.
Puncaknya pada hari Jumat. Akhirnya saya dites (bisa dikatakan seperti itu) dadakan oleh salah satu staf Hubmedmass. Orang itu dingin sekali, kalah deh es bubble Jatayu. Sepertinya, mahasiswa dipandang selalu salah. Pokoknya, tulisan yang diberikan untuk dia banyak salahnya. Mulai dari subjek saja sudah salah.
Sedang gamang seperti itu, tiba-tiba ada nomor asing yang menghubungi si qwerty. Sudah nyaris satu tahun, tapi saya belum bisa membedakan mana nomor Malaysia dan nomor telepon rumah di Indonesia. Dalam hati “Kok Ibu nomornya beda lagi deh,”
“Halo, Mutia,” kata suara diseberang sana.
“Iya ini siapa ya?,” langsung keluar ruangan dan duduk di sofa lorong lantai 5 dengan deretan kantor Penkum/Luhkum, Hubmedmass dan satu bagian yang lupa namanya.
“Ini saya ^%$^%% (staf SDM dari Harian Umum Media Indonesia),”
Staf SDM ini menanyakan saya sudah dapat tempat PKL atau belum. Ya jawab sejujurnya. Kemudian staf SDM itu bilang “Oh bagus dong di sana dapetnya,”. Dengan cepat saya sanggah, secepat kilat saya bercerita kalau posisi yang didapatkan tidak sesuai dan penempatan yang sesuai pun tak akan mendapatkan pengalaman yang linear dengan jurusan.
Pada akhirnya saya dan staf SDM sepakat untuk bertemu hari Selasa di Kantor Harian Umum Media Indonesia. Jawaban dari segala doa dan kesabaran tentunya. Benar-benar belajar dari pengalaman “Tak tinggal diam jika ditolak, teruslah bergerak, yang terbaik akan menghampiri”.
Bingung bagaimana cara saya keluar dari Kejagung RI? Padahal hari itu adalah klimaks di mana saya bisa berkesempatan untuk memberikan tulisan untuk website Kejagung RI. Tapi saat itu pula saya harus bilang bahwa saya mendapatkan tawaran yang saya tunggu-tunggu. Staf di Penkum/Luhkum mengerti dan memberikan izin saya untuk berhenti menjalani kegiatan PKL di sana. Bahkan mereka memberikan semangat dan memberitahu prosedur yang baik untuk berbicara kepada pihak yang telah menerima saya masuk ke Kejagung RI.
Pelajaran untuk junior yang akan mencari tempat PKL :
Jangan takut untuk memberikan berkas lamaran ke tempat impian.
Jika tidak diterima di tempat impian. Pergi lah ke tempat yang sudah kamu rencakan sebagai plan B. (Jangan pernah tergiur dengan ajakan teman dari jurusan lain untuk masuk ke jalur yang tidak termasuk rencana mu)
Selalu telepon pihak tempat PKL yang memberikan janji mengabari. Jangan bosan dan jangan malu. Toh mereka tidak ngeh dengan kita. Banyak orang seperti kita, sulit bagi mereka untuk mengingat hehe.
Jika diterima di tempat impian, jangan memaksakan jika posisi yang kamu inginkan tidak ada. Jangan menerima pekerjaan yang bukan bidangmu. Ini PKL yang membutuhkan nilai. Bukan Magang.
Diterima atau tidaknya di tempat mana pun. Mengiba dan bersyukurlah kepada Allah. Maka Allah akan mengasihani mu, layaknya diriku hehe.
Comments